[Cerita] Hujan Terakhir

Hujan Terakhir - rerain - xxxrerain

Hujan Terakhir

rerain

Aku telah pergi kebanyak tempat, aku telah bertemu begitu banyak wajah. Menemukan begitu banyak perbedaan, dan pelajaran atas itu semua. Meski begitu aku selalu menemukan tempat untukku sebut rumah. Tempat dimana aku benar-benar merasa pulang.

Ini adalah salah satu perjalanan yang paling aku nantikan sepanjang tahun. Mengikuti sebuah workshop fotografi skala international di Islandia. Aku sudah memimpikan untuk mengikuti perjalanan ini lebih dari satu tahun yang lalu.

Aku berprofesi sebagai Fotografer, tidak, aku menyukai Fotografi. Menyukai setiap bidikan lensa untuk mengabadikan keadaan disekelilingku. Menyukai setiap cerita di dalam setiap foto itu. Bagiku, setiap foto memiliki ceritanya masing-masing.

Aku sendirian dari Indonesia, sebelum bertemu dengan beberapa teman fotografer dari Singapura. Perjalanan dari Jakarta ke Reykjavík memakan waktu hampir seharian penuh dengan dua kali transit di dua negara yang berbeda.

Ini masih awal February, yang berarti masih musim dingin di Islandia sana. Aku sangat antusias dengan perjalanan ini, ini bukan perjalanan pertama di eropa tetapi yang pertama di Islandia. 

Saking bersemangatnya, aku selalu berkata pada Ibuku, "Bu, bulan depan aku akan pergi ke Iceland" , Selalu itu yang aku katakan pada Ibuku setiap pagi, bahkan sejak aku baru menginginkan perjalanan itu. Tapi lihat ... keinginan menjadi jalan untuk kita pergi kemana saja.

Awalnya Ibuku kaget, dia mengira aku akan benar-benar berangkat bulan depan yang mana menurut ibuku sangat mendadak, mengingat negara itu ada di ujung bumi yang lain. Aku hanya tertawa, melihat bagaimana khawatirnya dia. Lantas aku jelaskan kepadanya, "Yang bulan depan itu do'a bu, aku ingin kesana tapi belum tahu kapan", jawabku dengan senyum malu.

Ibuku hanya kembali melempar senyum tulusnya, "Baiklah, kau akan kesana bulan depan ", begitu katanya seolah merestui. Lalu setiap pagi, sebelum aku pergi beraktifitas, aku mengecup tanganya dan mengatakan, "Bu, aku akan ke Iceland bulan depan".

Aku anak pertama dari dua bersaudara, Dani dan Dina. Dina, adikku terpaut perbedaan usia hampir 4 tahun denganku, dia masih duduk di bangku SMA. Sementara Ayah, dia sudah pulang ke surga sejak aku masih kelas 2 SMP dan Dina lebih kecil lagi.

Sejak itu, Ibu yang melakukan semuanya. Mencari uang dan mengurus kami seorang diri. Mengerti kesulitan Ibu, aku membantunya, setidaknya untuk tidak lebih merepotkannya. Lalu aku mulai mencari uang, apapun yang bisa dilakukan untuk membantu Ibu selama itu dari hasil yang baik.

Tahu jika aku memiliki ketertarikan dalam dunia fotografi, Ibu menyuruhku untuk fokus dalam hal itu. Ibu bilang, untuk fokus dalam hal yang kita cintai, kita tidak akan merasa lelah atau ingin menyerah. Kita akan terus menjalaninya, bagaimanapun hasilnya.

Dan aku bertanya, "Begitukah cara ibu membesarkan kami? karena cinta? Hingga Ibu tak kenal lelah?". Lalu dia kembali tersenyum, "Kau sudah dewasa, pintar dan tampan. Jadilah pria yang baik dan bertanggung jawab", katanya.

Sejak itu, Ibu juga selalu mengajari Dina untuk mencintai sesuatu, sesuatu yang benar-benar ingin dia lakukan. Meski hingga kini Dina masih anak perempuan yang pasif, dia tidak menunjukan terlalu banyak minat. Tapi, dia dapat menjalani kehidupannya sebagai seorang pelajar dengan baik, dengan nilai yang cukup cemerlang.

Ah ... aku baru sadar hujan rintik-rintik turun saat aku sampai di bandara Changi Singapore. Hujan, selalu memiliki cerita lucu bagiku. Aku sudah cukup besar waktu itu, mungkin kelas 5, saat adikku masih diperbolehkan main hujan di halaman belakang oleh Ayah. Sementara aku terlarang, Ayah bilang aku adalah anak laki-laki yang harus menjadi contoh untuk adik ku. Baiklah ... hanya itu yang aku katakan pada Ayah.

Tapi Ibuku menyela dengan lembut dari arah dapur, sambil membawa segelas kopi untuk Ayah. "Main hujan itu bukan kejahatan, pergilah main hujan, tapi kamu harus segera mandi dan bilas bajumu sendiri. Bagaimana?". Tentu saja aku mau!. 

Tanpa pikir panjang aku berlari menembus air hujan. Ibu, adalah rekan persekongkolan yang paling setia. Dia, selalu memiliki cara agar sebuah kerjasama menghasilkan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Tapi nostalgia itu segera berlalu, karena beberapa orang teman menghampiriku dan kami mulai larut dalam perjalanan ini.

📎

skogafoss - mobiledevmemo

Aku bangun di ujung bumi. Setelah melewati perjalanan panjang, tidur adalah hal yang menyenangkan. Aku sudah memberi kabar untuk Ibu jika aku telah sampai di Islandia dengan selamat. 
Team Workshop menjemput kami langsung di bandara Keflavík, dan mengantarkan kami ke hotel. 

Ibu membalas pesanku melalui adikku, "Wah, kamu kembali bertemu banyak orang dari berbagai negara yang memiliki berbagai macam sifat dan pola pemikiran, bersyukurlah!" Perintah ibu. "Bergaulah dengan baik, jangan merasa paling benar. Setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda. Jadi kamu harus fleksibel", imbuhnya. 

Aku hanya tersenyum dan mengiyakan pesan ibu, dan mengatakan jika perjalanan kami akan dimulai besok.

Kami memiliki satu hari untuk istirahat, sebelum besok workshop fotografi itu dimulai. Kami sarapan dan berkumpul dengan peserta workshop juga tour guide dan beberapa fotografer terkenal yang akan ikut dalam perjalanan ini. Seperti yang Ibu katakan, aku kembali bertemu banyak orang. Dari berbagai negara, dari berbagai macam latar belakang, dan dari berbagai macam pola pikir yang berbeda. Itu, kenapa Ibu selalu menyuruhku menjadi fleksibel dalam menanggapi hal-hal baru ini.

Hari pertama perjalanan ini dimulai. Aku dan teman sekamarku telah menyiapkan berbagai alat tempur yang akan kita gunakan dalam perjalanan hari ini. Agendanya adalah mengunjungi Air terjun Seljalandsfoss dan Skógafoss, Tebing Dyrhólaey dan Pantai Reynisfjara. Semua destinasi ini diperkirakan akan memakan waktu seharian. Sebelum nanti kita akan menginap disebuah kampung dekat pantai di Vik.

Sebelum sarapan, aku kembali mengirim pesan untuk Ibuku jika aku akan memulai perjalanan ini. Ibuku tidak langsung membalasnya, mengingat perbedaan waktu antara Indonesia dan Islandia.

Aku menggendong tas besarku dengan hati-hati dan mulai berkumpul untuk menaiki bus yang akan membawa kita hari ini. Bus ini bukan bus pariwisata biasa, tapi semacam super-truck yang telah dirancang khusus dengan 4WD untuk medan yang akan kami tempuh. 

Sepanjang jalan kami disuguhi tempat-tempat dengan panorama alam yang luar biasa indah. Seperti berada di planet lain atau seperti di dalam sebuah film.

Perjalanan ini berjalan dengan baik, di dua air terjun paling terkenal di Iceland aku mendapat banyak pelajaran dari senior-senior fotografi.

Cuacanya yang dingin dan berangin membuat kita harus hati-hati dan jalanpun agak licin. Beruntunglah mentari bersinar cukup cerah, hingga beberapa dari kami dapat memotret pelangi yang terbentuk karena percikan air terjun. Tentu saja para fotografi handal itu membagikan beberapa tips dan trik untuk memotret dengan bantuan cahaya yang tidak dapat aku temukan sehari-hari.

Menjelang Sore kami melanjutkan perjalanan menuju pantai Reynisfjara, pantai berpasir hitam yang memiliki panorama senja yang memukau. Tapi selain itu, objek utama dipantai ini adalah Reynisdangar sea-stacks, sebuah tebing berupa tumpukan batu yang indah menjulang. Reynisfjara merupakan salah satu pantai terindah di dunia.

Aku banyak sekali belajar materi foto landscaping bahkan hanya dalam perjalanan pertama ini. Sesuai rencana, kami singgah sebuah desa yang indah di Vik untuk melanjutkan perjalanan kedua kami besok.

Kali ini aku menelfon adik dan ibuku. Dan dengan antusias menceritakan perjalanan hari ini. Dina, tentu saja dia meminta banyak oleh-oleh sementara Ibuku memintaku untuk hati-hati dan menjaga kesehatan. Mengingat, cuaca di Iceland yang cukup ekstrem.

Malam itu setelah menelfon Ibu, aku merapikan peralatan untuk besok dan melihat beberapa foto di laptop yang sengaja aku bawa. Tak lupa, sebelum ku simpan sebagai draft di website aku berikan beberapa potongan cerita.

📎

Aurora over skaftafell - iceland photo tours

Hari berikutnya kami memulai perjalanan lebih ke selatan negara ini, tujuan kami adalah Taman Nasional Vatnajökull. Agendanya, kami akan ada disini untuk beberapa hari dan mungkin akan bermalam di Jökulsárlón.

Taman Nasional Vatnajökull juga memiliki keindahan alam yang amat memukau, mulai dari daratan krystal es, pantai, laguna dan gletser. Tapi sayangnya, aku tidak terlalu berminat hari ini, karena Dina mengabarkan jika Ibu sakit.

Dibanding menikmati keindahan ini, aku lebih khawatir dengan keadaan Ibu. Dina bilang, Ibu demam. Meski Ia bilang agar aku tidak khawatir, tentu aku tidak bisa. Dan lagi, sesi kali ini terpaksa harus dihentikan karena cuaca yang mendadak buruk.

Sesampainya di penginapan di Jökulsárlón aku kembali menelpon Ibuku. Dia bilang keadaanya sudah membaik dan hanya demam. Dia memintaku untuk tetap fokus dalam perjalanan ini. Meski aku masih agak khawatir, tapi ucapan Ibu cukup menenangkan aku. Sisa malam ini hanya kami habiskan di penginapan karena keadaan di luar tengah terjadi badai dan lagi udara sangat dingin.

“Ini adalah hujan pertamaku di Iceland, lalu aku ingat Ibuku dan Adik perempuanku”

Aku sempat mengambil beberapa potret aurora borealis saat kami masih berada di Reykjavík, tetapi berharap aurora muncul besok di Vatnajökull adalah keinginan terbesar kami. Karena Aurora di Vatnajökull pasti akan lebih indah dengan hamparan pemandangan alam Vatnajökull yang memukau.

Aku dan teman satu kamarku akhirnya saling berbagi cerita dan pengalaman dan sama-sama berharap agar cuara besok cukup cerah hingga malam hari agar agenda besok berjalan lancar.

📎

Crystal Ice Cave in Vatnajokull - Iceland Photo Tours

Esoknya kami kembali ke Vatnajökull dan sesuai harapan cuaca jadi lebih baik setelah badai. Sesi hari itu berakhir dengan lancar. Kami kembali ke Jökulsárlón sudah cukup larut dan mendapatkan puluhan gambar aurora yang sedang menari di angkasa.

Seharian itu juga aku terus menerus meminta adikku mengabarkan keadaan Ibu. Dan Ia selalu bilang jika Ibu sudah merasa lebih baik. Begitu sampai di penginapan, aku langsung menelpon ibu. Suaranya lemah tapi dia bersikeras jika dia baik-baik saja. Dan terus mengalihkan pembicaraan kami tentang perjalananku hari ini. Ibu, aku akan segera pulang, ucapku dalam hati.

Hari ketiga workshop dan hari keempatku di Iceland kembali dihabiskan di Vatnajökull. Taman Nasional ini begitu luas dan sangat mengagumkan untuk di jelajahi. 

Tetapi luluh rasanya bumi yang ku pijak ini, saat adikku menelpon dengan suara tersedu, dia mengabarkan, "Kak, Ibu sudah pulang". Aku tahu sekali apa itu maksudnya, tanganku lemas hingga rasanya tak punya daya apapun lagi. Telfon yang aku genggam meluncur begitu saja dari tanganku. Kemudian, kepanikan terjadi disekitarku dan mereka mulai bertanya, aku hanya bisa menjawab parau, "My mom just passed away".

Ku dengar keluhan dari mereka semua yang ikut terkejut, sementara aku tak kuasa menahan diri ... ibu ... ibu ... ibu, air mataku meluncur panas di pipi. Beberapa orang mulai memapahku agar tidak jatuh, sisanya merapikan peralatanku. "Aku harus pulang" ucapku lagi. Dan mereka mengiyakan, mereka akan membantuku untuk segera pulang.

Sebuah truck datang menjemputku di Vatnajökull. Dua orang teman dari Singapore dan dua orang crew workshop ikut mengantarkan aku kembali ke penginapan untuk mengambil sisa barang-barangku. Setelah itu mereka membawaku menuju Bandara Keflavík. Mereka mengusahakan penerbangan paling cepat untukku saat itu juga.

Aku menolak saat seorang temanku mengatakan akan menemaniku pulang dan meyakinkannya jika aku akan baik-baik saja. Tapi dia memaksa, teman-teman yang lain memaksa, juga beberapa tim workshop memaksa, seseorang harus menemaniku untuk pulang.

Bagaimanapun aku berterimakasih, meski aku bilang aku baik-baik saja. Tapi perjalanan ini terlalu jauh dan lama untuk aku lewati sendiri. Ibu ... seandainya saja aku dapat berlari ... aku terisak di dalam hati.

Aku tidak hanya jauh bu, aku berada di ujung dunia saat kau membutuhkan aku. Tidak, aku yang membutuhkanmu. Hingga aku ikut renta dan menua, selamanya aku yang akan membutuhkanmu. Ibu ... Kenapa kau tidak menyuruhku pulang. Kenapa kau tidak menunggu aku pulang. Maaf  karena aku telah pergi terlalu jauh, Bu.

📎

Dan di sinilah aku. Di kamar Ibuku. Mereka tidak bisa menungguku untuk melihat Ibu untuk terakhir kalinya karena aku membutuhkan waktu seharian untuk pulang. Aku tidak menyesali itu, karena memang sudah begitu seharusnya. Tapi aku menyesali diriku sendiri. Aku bahkan menyesali setiap langkahku saat aku jauh dari Ibu.

Ibu, berapa perjalanan jauh telah terlewati tapi kau selalu menungguku pulang dan memelukku memastikan jika aku baik-baik saja. Tapi perjalanan ini bahkan belum selesai, saat kau pergi.

Aku duduk di tempat tidur Ibu dan membuka laptop yang dikatakan oleh adikku, jika Ibu memiliki sesuatu untuk ku disana. Aku tidak ingin berbagi, aku ingin melihatnya sendiri.

Adikku mulai merekam keadaan Ibu sejak ibu demam tinggi dan terpaksa dilarikan kerumah sakit. Di hari saat Ibu bilang dia tidak apa-apa, nyatanya dia sedang berada dirumah sakit. Adikku merekam aktifitas Ibu selama berada disana. Tahu jika adikku merekam, Ibu akhirnya meminta adikku untuk merekamnya saat menyampaikan pesan untukku.

Dalam rekaman itu Ibu terlihat pucat, meski masih cantik dan bersinar, Ia berkata dengan lemah lembut dan memeluk adik ku yang sudah lebih dulu menangis dalam dekapannya.

Adikku justru lebih histeris dari pada Ibu, membuat Ibu harus mengusap air matanya, memeluknya, dan meyakinkannya jika semua akan baik-baik saja.

Lalu klip itu selesai dan terus berganti dengan klip yang lain. Yang bahkan aku tidak kuat untuk melihatnya karena keadaan Ibu mendadak menurun drastis. Klip terus berganti dari kepanikan dan kepanikan lainnya. Adikku disana, disamping Ibu. Ia ucapkan kalimat syahadat untuk Ibu dengan air mata yang membasahi dirinya. Begitulah . . . Ibu pergi dalam dekapan adikku.

Aku .... aku mati rasa. Segala kata tak akan dapat mewakilkan rasa sakit ini, rasa kehilangan ini juga rasa sesal ini yang mungkin akan terus mengikuti aku. "Ayah . . . Ibu . . . Kalian kembali terlalu cepat"

Rasanya tidak ada tempat paling dingin, sepi dan kosong di dunia ini selain hatiku sendiri. Aku hanya bisa terus meringkuk dan menangis. Sementara klip itu terus berputar menampilkan keadaan Ibu setelah dia pergi juga beberapa prosesi pengurusan jenazah Ibu.

Aku tidak kuat melihatnya tapi juga terlalu sakit untuk menghentikan klip itu. Aku menangis, terus menangis hingga aku tertidur.

Aku bangun setelah rasanya tidur begitu lama. Mungkin 10 atau 12 jam, dari jendela dapat ku lihat jika hari sudah siang. Terdengar suara orang-orang dan canda anak kecil di luar kamar, keluarga pasti masih berkumpul karena meninggalnya Ibu. Tapi rasa sepi dan dingin ini kembali menyerang, Ibu ... 

Ku lihat, laptop itu sudah tertutup dan aku tidur menggunakan selimut. Seseorang pasti melakukan ini untukku saat aku tertidur.
Lantas, aku ingat Dina. Ah ... Aku bukan satu-satunya orang paling sedih di dunia seandainya aku ingat adikku. Keadaannya mungkin lebih kacau dibandingkan aku.
Lalu aku ingat kembali rekaman Ibu, ingat raut wajahnya yang tampak canggung untuk direkam untuk pertama kalinya, tapi setelah itu kalimatnya meluncur begitu saja,

" .... Jangan berhenti berjalan Dani ... Dina ... Kalian harus berhenti menangis mulai sekarang" Ucapnya dengan nada memerintahnya yang khas, sementara adikku semakin histeris dalam dekapannya, "ssssh ...." ucapnya.

" Maafkan ibu ... Dani ... sepertinya Ibu tidak bisa menunggumu pulang ... padahal ibu sangat ingin. Ibu ingin tahu apa yang dibawa pulang anak ibu setelah dia menjelajahi dunia dan bertemu banyak manusia. Apakah anak ibu semakin jujur, semakin pintar, semakin baik, atau hanya semakin tampan saja", anda Ibu dengan wajah pucatnya, sambil terus mendekap dan mengusap pucuk kepala Dina.

"Pada akhirnya manusia harus bisa melepaskan rasa cemasnya. Rasa khawatir yang mengikat kakinya. Jika kau terus khawatir maka kau tidak akan pergi kemana-mana, kau tidak akan belajar apa-apa", terang Ibu.

"... Bertahun-tahun Ibu mencoba mengekang rasa khawatir Ibu untuk kalian berdua, agar kalian dapat berkembang dan mengerti banyak hal. Kalian juga tidak akan mau pergi kemana-mana jika terus mengkhawatirkan Ibu ..."

" ... Jangan menyesal, kalian berdua. Ibu sangat mencintai kalian. Jangan merasa kalian tidak pernah ada untuk Ibu, sungguh Ibu yang bersyukur karena kalian ada. Hingga Ibu dapat kembali belajar banyak hal ..."

" ... Kematian adalah hal yang pasti. Jadi tak perlu disesali, karena pada akhirnya kita akan berakhir di tempat yang sama, ini hanya soal waktu. Tetapi hidup kalian, apa yang kalian cintai, mimpi dan keinginan kalian hanya bisa kalian dapatkan dengan usaha kalian sendiri... "

" ... Jadi, kalian berdua harus berhenti menangis, berhenti merasa sedih, rasa khawatir itu akan selalu ada, karena kita memiliki ikatan yang bahkan tuhan sendiri enggan memisahkan, Tapi percayalah, sejauh apapun kalian berjalan, Ibu mencintai kalian berdua ..."

Aku termenung mengingat rekaman yang aku lihat semalam ... Pada akhirnya, manusia harus melepaskan rasa cemasnya ... Ah ... aku mengerti, Bu.

Lalu aku bangun dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Begitu aku membuka pintu kamar, ku lihat adikku, ku lihat keluargaku, ku lihat semua orang ... Hidup masih harus terus berjalan.


Seluruh aspek dari cerita ini hanyalah fiksi.
Mohon maaf bila ada kesalahan kata, penamaan tempat, dan informasi lainnya khususnya mengenai Islandia, semua dikarenakan oleh keterbatasan pengetahuan penulis.

Hargai tulisan orang lain,
Dengan TIDAK membagikan tanpa sumber
Dan atau menduplikasi.


Rerain


Comments

Popular Posts