[Cerita] Bukan Cinta Yang Salah


Cerita Cerpen Bukan Cinta Yang Salah Oleh Rerain

Bukan Cinta Yang Salah

Rerain

"Aku lebih mencintaimu. Itu sebabnya aku disini."



Laura Hakim berlari sekuat tenaga, sambil bibirnya terus berkomat-kamit tidak jelas. Dia terlambat masuk kelas, pada jam kedua kuliahnya karena tertidur diperpustakaan. Terlebih Dosen yang akan mengajarnya siang ini adalah Pak Tono!. Pak Tono itu dosen killer. Dan kumis tebalnya membuatnya semakin killer. Beberapa kali Laura pernah terlambat. Dan bernasib sama dengan anak sekolahan, yaitu kena hukuman!. Laura terus merutuk, jika mahasiswa semester akhirpun harus dihukum.

Laura sedikit kehabisan tenaga saat telah sampai dikelasnya. Tanpa nafas, tanpa doa Laura membuka pintu kelas, kasar, dan berkata dengan keras

"Maaf pak saya terlambat!"

Ucapan Laura sengal, berlomba dengan paru-paru nya. Sementara Isi kelas menatap hening,termasuk Pak Tono yang seketika menghentikan coretan spidol dipapan tulisnya.

Laura melotot kepada beberapa siswa yang sudah  duduk rapi. Disana ada Gilang dan Sam, juga beberapa orang yang ikut cekikikan menyaksikan kekonyolan Laura.

Pak Tono tampak garang. Namun memaksa bibirnya menarik garis lurus membentuk senyum.

"Silahkan duduk Laura. Dan pastikan jangan keluar kelas, sampai kelas ini bersih sesudah pelajaran saya"

Perasaan Laura yang sedikit kendur kemudian tegang lagi. Sepertinya memang mustahil melewati Pak Tono dengan damai. Dia cukup beruntung karena masih bisa mengikuti kelasnya tanpa hukuman dan celoteh didepan kelas yang akan semakin 
mempermalukanya, Laura pasrah. Dia berjalan kekursi kosong didekat Gilang.
Saat bisik-bisik makin ramai, Pak Tono memukul papan tulis dan meminta seisi kelas diam.

••• 

Kelas bubar tepat pukul empat sore. Yang tersisa hanya Sam yang sedang menyapu, Gilang yang sedang mengelap kaca, dan Laura yang sedang menghapus catatan dipapan tulis

"Aku punya firasat, jika dosen itu sengaja memenuhi papan ini dengan begitu banyak catatan bodoh,"
Gerutu Laura, tanganya yang panjang dipaksa untuk meraih sudut papan yang lebih tinggi.

"Dan aku punya firasat, kalo nilai ketampanan ku semakin merosot semenjak rajin bermain dengan mu"
timpal Gilang, yang merasa selalu sial sejak berteman dengan Laura 

"Menurutmu, kapan kau pernah merasa tampan ? "

"Gadis abnormal sepertimu, tak akan bisa melihat ketampanan ku"

Kalimat Gilang, sontak membuat Laura menoleh, tidak terima. Namun, sebelum membalas dengan kalimat yang lebih panjang, Sam yang sedari tadi kalem dengan sapunya, melerai.

"Jadi kapan kita selesaikan tugas merepotkan ini?"

Belum sempat Laura dan Gilang menjawab, dua orang gadis datang. Mereka mengetuk pintu sebagai tanda formalitas.

Laura meninggalkan tugasnya, saat kedua gadis itu masuk kelas dengan senyum lembut. Kedua gadis itu tampak sangat anggun. Dan Jas almamater melekat cantik pada tubuh mereka . Sam kini termenung menatap salah satu gadis itu.

"Ya, ada apa? "

Tanya Gilang, dia meninggalkan pekerjaanya dan mendekat pada Sam dan Laura.

"Kami ada perlu dengan Sam. Tapi tampaknya waktunya sedang tidak tepat ya? "

Tutur Bella, sopan, diikuti senyum menyesal darinya dan Fika.

"Tidak apa. Jadi apakah ada masalah penting dengan Sam?. Kita bisa pindah ketempat yang lebih baik" Sahut Gilang.

Gilang melirik Sam dan Laura meminta persetujuan. Tapi nampaknya Sam maupun Laura tidak merespon. Mereka berdua sibuk dengan pikiranya masing-masing. Penyebabnya adalah Bella. Isabella Hardiningrat. Yang membuat Sam dan Laura, Blank.

"Oh gak perlu lang, aku yakin kalian punya pekerjaan berat. Jadi aku akan bicara disini saja..." Bela tampak cemas dan menggantung ucapanya, "Sam ..." ucapanya lirih.

"Katakanlah, apa yang bisa aku bantu." Sahut Sam tenang, datar tapi penuh kasih sayang. Ya, ditelinga Laura ucapan Sam terdengar penuh kasih sayang.

"Aku ingin kamu kembali kepanggung. Kau tahu, kami telah membentuk panitia untuk acara kelulusan kita. Sebuah pentas seni. Setidaknya, bernyanyilah satu lagu saja." Ucapan Bella lebih tepat seperti permohonan. Meski Sam sedikit terkejut, atas permintaan Bella. Kembali ke panggung itu bukan hal mudah untuknya. 

Sam tampak berfikir. Gilang maupun Laura tampak cemas. Sam sudah meninggalkan gitarnya sejak kematian Ayahnya,setahun lalu. Sepertinya sulit untuk membuat Sam bernyanyi lagi.

"Satu lagu sam, untuk hari-hari terakhir kita dikampus."

Timpal Fika yang sedari tadi diam dan memperhatikan. Sam tampak menggangguk kecil.

"Aku akan mencobanya,"

Satu kalimat singkat itu membuat Fika dan Bella tersenyum senang. Tapi Gilang dan Laura kebingungan. Begitu mudahnya Bella meminta pada Sam?. Padahal seluruh teman Sam telah mencoba membujuk Sam bernyanyi, tidak terkecuali Gilang dan Laura. Tapi Bella?.

"Thanks sam!"  Ucap Bella.

"Kau akan melihatku bernyanyi?"

"Tentu saja!" Jawab Bella dengan penuh kepastian. Seolah tak akan melewatkan pertunjukan itu demi apapun.

"Jadi kapan acara itu?"

"Minggu depan. Aku akan berikan daftar acaranya nanti. Thanks sam. Terimakasih banyak. Semua pasti senang melihat kau bernyanyi lagi" Bella bahagia bukan main. Sam hanya tersenyum kecil menanggapinya.
"Oke, kami pergi dulu. Maaf mengganggu pekerjaan kalian. Semoga hari kalian menyenangkan! "

Bella dan Fika meninggalkan kelas dengan tawa dan ungkapan bahagia yang berderai. Tapi Gilang dan Laura masih bingung, "Semudah itu?" ,  Entah pertanyaan itu diucapkan Gilang untuk Sam atau untuk dirinya sendiri. "Mungkin kekuatan cinta." Gilang kembali bergumam. Masih bingung. Hingga akhirnya Ia seperti tersadar akan sesuatu lantas bicara pada Laura
"Baiklah, Ra. Sepertinya kaca sudah bersih. Aku akan pergi dulu. Menyebalkan jika harus terus membantumu. Jika Sam tidak mengantarmu pulang, hubungi aku."
Gilang meletakan Lap pembersih kaca dan menggendong tas nya.

"Kau mau kemana?. Hei, kau bisa tersesat didunia ini jika pergi tanpa aku lang." Jawab Laura setengah panik dan bergurau.

"Aku perlu jatuh cinta pada orang yang tepat. Aku mencintai kalian berdua. Sampai nanti." Dan gilang meninggalkan kelas.


"Jadi sam, kau akan bernyanyi? Sungguh? "

Tanya Laura saat mereka berdua kini telah kembali pada pekerjaanya, membersihkan kelas.

"Ya", Sam tampak berfikir. "Untuk hari-hari terakhir dikampus,untuk kenangan dari sahabat dan orang yang paling dicinta. Aku akan berdiri disana untuknya."

Dan Laura kelu. Hidup mungkin telah menjatuh bangunkan Sammy Aditiya Sucipto. Melemparnya ketempat paling dalam, dan mengangkatnya ketempat tertinggi di Usianya. Tapi cintanya pada Bella,tak pernah berubah. Laura terdiam sambil menggenggam penghapus papan tulis ditanganya. 

"Ya. Kau akan berdiri dimanapun jika Bella memintanya kan?".

"Tepat, Nona Laura. Sebaiknya kau jangan terlalu terkejut seperti itu."

"Aku terkejut karena kau begitu setia mencintainya. Aku berdoa semoga suatu saat dia akan mencintaimu Sam, sungguh." Laura tampak sedih, Sam menundukan kepalanya dan hatinya bergemuruh penuh harap.

"Semoga. Aku masih berharap memilikinya Ra. Hanya dia".

•••

Satu fakultas itu cukup ramai membicarakan kembalinya Sam keatas panggung. Sam memang orang yang berbakat. Ditemani Gilang yang cerdas dan Laura yang puitis, Sam menjadi sempurna. Itu sebabnya Sam,Gilang dan Laura cukup populer dikampus.

Mereka berteman sejak pertama kuliah. Saat itu Sam, Gilang, dan Laura langsung kompak, tak terpisahkan. Beberapa orang mengira Sam dan Laura memiliki hubungan khusus. Karena kedekatan mereka cukup membuat iri banyak orang. Tidak seperti Gilang yang kadang menghilang, Sam dan Laura terus berdua. Sejak pernyataan cinta Sam kepada Bella, sekarang semua orang percaya jika hubungan Sam dan Laura murni bersahabat. Karena meski Sam mencintai Bella, hubunganya dengan Laura tidak berubah. Mereka masih sering bersama. Malah, Laura yang sering menguatkan Sam,saat cintanya terus ditolak oleh Bella.

Hari itu sabtu yang cukup cerah saat pentas seni digelar. Acara sengaja dilakukan dihalaman kampus agar bisa ditonton oleh khalayak umum.
Sam diam,tegang dibelakang panggung, Laura dan Gilang yang selalu setia disisinyapun ikut cemas. Sebentar lagi Sam tampil, tapi Bella menghilang sejak acara dimulai. Sementara Sam seperti kehilangan kata-katanya,dia diam seribu bahasa.

"Sam, aku tidak akan menganggapmu sebagai pengecut. Tapi Bella memang tidak kembali sejak kepergianya tadi. Sedangkan Ia adalah penguat mu. Jika kau merasa tidak mampu, kau boleh membatalkanya"

Gilang mencoba menasihati Sam. Tahu jika berdiri dipanggung itu tidak akan mudah untuk Sam. Dia juga tidak memiliki waktu yang banyak untuk latihan. Tapi Sam masih diam, hatinya pun terus mencoba untuk kuat. Dia yakin bisa mengatasi ini. Meski tidak untuk Bella, Ia akan bernyanyi untuk para sahabatnya

"Gilang benar Sam. Kau masih bisa membatalkanya. Kau tidak perlu memaksakan diri," Laurapun menambahi.

"Aku tidak terpaksa. Percayalah aku bisa. Jika tidak untuk Bella, aku masih harus tetap bernyanyi untuk dua sahabatku. Yang tidak pernah mau membiarkan aku, sedikitpun terlihat cemas. Percayalah, aku bisa". Sam tersenyum kecil, meyakinkan kedua sahabatnya, berharap kalimatnya sedikit meredakan hati Laura dan Gilang.

Sampai tiba saatnya Ia pentas. Ia tahu, penampilanya tidak bisa dibatalkan. Dengan hati remuk redam, dia naik keatas panggung. Sambil terus berdo'a semoga Bella benar-benar akan menontonya.

•••

Bella hampir menangis, janjinya waktu itu pada Sam, bahwa ia akan melihatnya bernyanyi adalah sungguh-sungguh. Tapi Rian datang, mendadak. Memintanya segera menjemputnya di Bandara. Bella jelas tidak bisa menolak.

Bahagia dan sedih kini berlawanan dihati Bella. Langit yang cerah itu terasa gelap dimatanya. Ia tidak ingin melewatkan penampilan Sam. Orang yang telah sangat tulus mencintainya. Tapi Ia tidak bisa mengabaikan Arian Hardiansyah, orang yang sangat dicintainya. Yang datang memberinya kejutan.

Sesampainya di Bandara, air mata Bella tak bisa dibendung. Dia mencari Rian. Yang sudah duduk dideretam kursi tunggu. Rian yang melihat Bella terisak, langsung berdiri dan menghampirinya.

"Hei, kau kenapa? . Bella katakan padaku?"

Rian panik, Ia menangkupkan kedua tanganya di wajah Bella, jemarinya mengusap air mata Bella.
Tapi Bella belum bisa bicara, masih terisak.

"Katakan padaku bells, apa kau tidak suka aku datang?" Tanya Rian lembut. Dengan cepat Bella menggeleng. "Lalu? ". Rian butuh jawabnya. Dia tidak suka melihat Bella menangis seperti ini.

Bella mencoba mengatur nafasnya, dan mulai bicara dengan tersedu "Sekarang, seharusnya aku menonton Sam bernyanyi. Aku sudah berjanji. Dan aku memang bersungguh-sungguh ingin menontonya. Tapi aku tidak ada disana".

Rian mengangkat alisnya bingung, Ia yakin jika ia tahu perkembangan musisi tanah air meski ia berkerja di London. Tapi Ia belum pernah mendengar nama Sam. "Jadi apakah Sam musisi favorite mu? . Kita akan menontonya lain kali dear," Rian membelai rambut Bella, menenangkanya.

"Sam memang musisi favorit ku yan, tapi dia bukan musisi seperti umumnya. Dia bukan artis. Dia teman ku" Bella masih terisak.

"Justru itu akan lebih mudah bells, kita bisa mengundangnya makan malam,dan memintanya bernyanyi. Berhentilah menangis bella,"
tapi Bella menggelengkan kepalanya keras. Benci karena Rian tidak mengerti. Dan benci karena harus membuat Rian mengerti. Karena begitu sulit untuk menceritakan Sam kepada Rian, tapi Rian memang harus tahu.

"Tidak. Sam telah meninggalkan gitarnya dan berhenti bernyanyi hampir setahun, sejak ayahnya meninggal. Semua orang membujuknya untuk kembali bernyanyi. Tapi dia menolak. Dan kemudian aku memintanya, dia menyetujuinya. Dan aku berjanji akan menontonya yan. Dia mencintai aku yan. Sangat mencintai aku. Itu kenapa dia mau kembali ke panggung. Tapi aku mengecewakanya. Aku membohonginya" Bella semakin tersedu.

Sementara Rian menegang. Hal ini sulit dicerna untuknya. Bella menangis karena, tidak bisa menepati janjinya untuk melihat Sam bernyanyi dan Sam sangat mencintainya. Rian mundur sedikit, memberi jarak antara dia dan Bella.

"Apa kau juga mencintainya? " Ucap Rian dingin, dan membuat Bella semakin ingin meraung. Ini sebabnya dia benci menjelaskan pada Rian. Bella lagi-lagi menggeleng keras.

"Aku lebih mencintaimu. Itu sebabnya aku disini." Bella sekuat tenaga menahan isak tangisnya. Dia tidak ingin meraung ditempat umum. Dan kalimat singkat Bella, dan kebenaran dalam kata-katanya mampu mengembalikan hati Rian. Kini, ia ikut bersedih akan kondisi Sam. Dia merasa sangat bersalah pada Sam. Tapi, Rian juga yakin, ia mencintai Bella, seperti Sam mencintai Bella. Rian meraih Bella-nya, dan memeluknya. Memastikan jika Bella memang tidak akan pergi darinya.

•••

Tepuk tangan meriah terdengar diiringi sorakan takjub penonton. Sam berhasil menguasai dirinya. Dia membawakan dua lagu ciptaanya yang menjadi favorit dikampus. Disisi panggung Gilang dan Laura bersorak dan saling memeluk senang. Laura bahkan menangis karena tidak kuat melihat Sam. Sam segera bergabung dengan pelukan konyol dari sahabatnya saat turun dari panggung.

"Kau bisa Sam, kau bisa!!" Teriak Laura menghambur memeluk Sam, diiringi Gilang yang juga ikut berebut memeluknya.

"Aku benci mengakuinya, tapi kau hebat sam!" Ucap Gilang kemudian.
"Ya. Dan ini untuk kalian. Aku akan kembali bernyanyi dengan sungguh-sungguh setelah lepas kuliah" ucap Sam, sambil melepas pelukan sahabatnya.

"Apa yang kau maksud wisuda?. Kita akan punya banyak waktu setelah pengumuman kelulusan. Kau bisa memulainya" ucap Laura penuh semangat.

"Kau benar. Tapi sayangnya aku perlu liburan. Aku akan berlibur dengan kalian" kalimat Sam kini bertenaga seolah lupa meski Bella tidak hadir disana.

"Aku lupa,jika kita merencanakan liburan" Gilang bingung.

"Kita memang tidak pernah merencanakanya bodoh," sahut Laura mengasihani Gilang.

"Baiklah, kita rencanakan sekarang. Tapi sebaiknya jangan terlalu lama. Kita juga harus membagi waktu bersama keluarga. Dan kembali merancang masa depan setelah kelulusan kan? ". Dan kalimat Gilang seratus persen benar. Kedua temanya menimpali dengan penuh semangat.

•••

Saat Wisuda telah didepan mata, Laura semakin sadar jika dia, Gilang maupun Sam mungkin tidak akan bisa selalu bersama lagi. Tidak akan ada lagi bergadang bersama mengerjakan tugas, atau keliling kota untuk melakukan peninjauan. Mereka semua akan sama-sama menjadi orang dewasa sungguhan. Berkerja, membantu sampai membangun keluarganya sendiri. Rasanya, baru kemarin dia mengenal Gilang Witjaksana dan Sammy Aditiya Sucipto. Akan tiba saatnya, ketika mereka tidak lagi bisa berbagi suka maupun duka, akhirnya benar sebuah buku yang menuliskan 

"Tidak ada persahabatan yang sempurna. Yang ada hanya orang yang mencoba untuk mempertahankanya"*

Dan Laura berlari meninggalkan Ayah dan Ibunya setelah foto keluarga. Dia menghampiri Gilang dan Sam juga teman teman sekelas lainya, kembali berfoto bersama. Ini bukan saatnya bersedih.  Tapi ini saatnya merasakan manisnya akhir perjuangan. Akan ada babak baru, dimana mereka akan dipertemukan dibelahan bumi yang lain, diwaktu yang lain, dalam keadaan yang lain. Laura tidak mau menangisi ini. Dia ingin bahagia sekarang.
Tapi ketika Sam mendadak terdiam. Gilang dan Laura ikut diam, mereka mengikuti tatapan mata Sam. Sesosok gadis sempurna, bernama Isabella Hardiningrat, bersama kekasih dan keluarganya.

Tanpa mengatakan apapun Sam menghampiri Bella dan keluarganya  dia meminta kepada Bella untuk bicara sebentar. Laura dan Gilang kembali kelimpungan. Terlebih, Gilang dipanggil keluarganya untuk bergegas pergi. Meninggalkan Laura sendiri.

"Kabari aku apapun tentang sam, aku akan segera datang jika keadaanya memburuk," pesan Gilang sebelum pergi. Laura hanya mengangguk lemah. Dia menoleh kearah Ayah dan Ibunya yang masih sibuk berbincang dengan orang tua lain.

Bella mengikuti Sam,memenuhi keinginan Sam untuk bicara berdua denganya, untuk yang terakhir.

"Maafkan aku. Karena aku telah berbohong. Aku tidak melihatmu bernyanyi waktu itu, tapi percayalah aku sungguh sangat ingin Sam. Aku berusaha menemui mu sejak itu, tapi kau tak pernah ku temukan" Kalimat Bella keluar dari hatinya yang paling dalam. Jika dia benar benar menyesal. Dia memang berusaha menemui Sam.  Tapi Sam tidak bisa ditemui begitu juga dengan Laura dan Gilang, karena mereka pergi berlibur.

Sam hanya mengangguk kecil, dan tersenyum tipis, "Aku tahu. Kau bukan seseorang yang tega mempermainkan perasaan orang Bella. Aku yakin kau pergi karena satu alasan penting". Bella hanya mengangguk kecil. Saat mereka berdua diam, suasana terasa amat sangat canggung.

"Tapi terimakasih, karena kau memintanya. Kini aku bisa menghadapinya. Aku akan kembali bernyanyi. Mungkin menjadi penyanyi sungguhan" Kalimat Sam membuat hati Bella merekah. Dia senang akhirnya Sam kembali pada dirinya sendiri.
"Aku senang, itu berarti aku masih bisa melihatmu bernyanyi sam,"

"Ya.  Kau bisa" . Sam tersenyum canggung "Aku mencintamu, bella. Dan itu tidak akan berubah". Ucap Sam kemudian, membuat keadaan diantara mereka terasa dingin.

Sedetik kemudian, rona bahagia Bella hilang. Ia kembali sedih mendengar kalimat Sam.

"Tapi kau tahu sam, itu tidak akan mengubah apapun dariku" Bella berusaha membuat kalimatnya terdengar jelas "Kau sempurna sam, kau tampan, pintar, berbakat ... tidak ada yang salah denganmu,  masalahnya ada padaku ... hatiku ... aku tidak merasakan hal yang sama ... " Bella menunduk, hatinya gerimis. Selama empat tahun, ini adalah ungkapan cinta kedelapan oleh Sam.

"Tidak apa. Mungkin memang aku tidak bisa memiliki mu. Meski aku ingin, sangat." Sam tersenyum getir. Mengalihkan matanya ke langit. Langit pagi ini, dan Bella didepanya adalah hari terakhir yang menakjubkan.

"Bolehkah aku memelukmu?. Untuk yang terakhir ... sebagai teman ... " Kalimat Sam keluar dengan hati-hati. Bella mendekat dan memeluknya erat. Pelukan perpisahan. Entah kapan lagi mereka dipertemukan.

Sam berjalan gontai saat kembali menghampiri Laura. Dia sadar Gilang telah pergi. Tapi dia tidak ingin membicarakan itu sekarang,
"Dia menolak ku lagi," Sam kembali tersenyum getir. Mengabaikan Laura yang panik setengah mati, terlebih saat dia memeluk Bella tadi. Tapi Laura masih belum bisa bicara. Matanya masih mengikuti kemana arah mata Sam memandang. Dia menatap Bella, yang baru saja melepaskan pelukan kekasihnya. Dan berjalan pergi dengan keluarganya.

"Aku mulai berfikir. Aku telah salah kaprah mencintainya. Aku menghabiskan waktuku disini untuk itu ..." Sam menggelengkan kepalanya tidak percaya. Dia mencintai Bella sejak pertama melihatnya hingga sekarang saat Ia benar-benar harus melepaskannya.

"Tidak juga, yang kau lakukan disini bukan hanya mencintainya. Kau bernyanyi dan menjadi mahasiswa yang baik. Kau juga menjadi anak yang baik bagi orang tua mu. Mereka pasti senang kau bernyanyi lagi ... dan lagi pula ... Sam ... Bukan cinta yang salah ... yang salah adalah rasa ingin memiliki," Laura mengatakanya perlahan. Seolah benar-benar merasakan dalam hatinya.

"Ya, kau benar," Sam menanggapi ringan. Wajahnya masam.

"Kau tahu, aku mencintaimu" Kalimat Laura yang terus terang dan riang membuatnya sontak menoleh menatap Laura, yang entah sedang menatap apa. Sam mengerutkan keningnya tidak percaya, Ia tertawa saat Laura menatapnya.

"Terimakasih Laura. Kau sungguh menghibur,kau memang sahabat yang baik,"

"Aku serius sam, aku mencintaimu." Tapi raut wajah Laura membuat Sam berhenti tertawa.

"Aku yakin itu tidak benar," Sam masih belum percaya. Seperti Laura tidak mempercayai dirinya sendiri mengatakan ini langsung pada Sam.

"Tapi masalahnya itu benar, jika aku tidak mencintaimu, kenapa aku disini? Kenapa aku mendampingimu? Selalu mendukungmu, berdoa dan tidak ingin kau sedih... aku akan ada saat kau sedih maupun tidak, kau butuh atau tidak... jika aku bisa selalu bersamamu sebagai sahabat, maka aku tak ingin hal lain lagi,"

Kalimat itu kekuar seperti rasa sakit atau mual yang sudah lama Ia sembunyikan. Selama 4 tahun, Laura memutuskan untuk mengatakannya sekarang.

Sam masih terus mendengarkan Laura dan semua itu memang masuk akal. Sam terlalu sibuk dengan dirinya, hingga ia tidak memikirkan Laura, dia bahkan tidak pernah bertanya, apakah Laura pernah jatuh cinta.

Sekarangng ia tahu, kenapa Gilang kadang berlaku sentimentil padanya, itu karena dia tidak peka.

"Dan hari ini aku semakin sadar Sam, aku mencintaimu, seperti kau mencintai Bella. Tapi masalahnya ... aku tidak ingin memilikimu, ya, aku ingin ... tapi tidak seperti caramu menginginkan Bella. Aku tidak ingin memaksamu Sam. Aku masih ingin didekatmu, jika aku mengatakanya, kau pasti akan lari. Dan itu lebih sakit. Jika aku bisa mencintaimu dengan menjadi orang lain, aku tidak akan memaksa 'aku mencintaimu sebagai milikku', ini caraku mencintaimu Sam,"

Laura menatap matahari yang kini telah membumbung tinggi, angin sejuk itu kini menjadi panas, karena matahari yang kini tepat diatasnya.

"Aku sama sekali,  tidak tahu tentang hal ini, Ra" Sam sekali menggelengkan kepalanya menatap Laura, tapi lagi-lagi Laura tidak menatapnya. Dia menatap langit, menahan air matanya.

"Itu sebabnya kita tidak boleh memikirkan diri kita sendiri, masalahnya setiap orang pasti merasa dirinya paling menderita. Saat kita terlalu sedih, bisa jadi kesedihan itu berasal dari diri kita sendiri, saat kita merasa semua orang egois, bisa jadi yang egois adalah diri kita sendiri,"

Laura menunduk, air matanya akhirnya turun. Dan Sam sedetikpun tak melepaskan pandanganya dari Laura. Gadis kecil itu, ternyata sangat mencintainya.

"Aku tidak ingin kau terus begitu, itu kenapa aku mengatakan ini padamu. Karena nanti mungkin aku tidak bisa menguatkan mu, aku lebih mengkhawatirkan mu, lebih dari diriku. Karena aku yakin, aku bisa mengatasi kesedihan ku, tapi aku tidak yakin kau bisa... Sam, jaga dirimu baik-baik dan jangan begitu lagi. Aku akan menunggu penampilan mu ditelevisi, berjanjilah ... "

Laura menatap matanya dalam. Ada cinta, bahagia dan rasa sedih. Tidak, lebih tepatnya kehilang dan kesepian. Membuat Sam termangu. Laura membalikan badanya dan meninggalkan Sam.

•••

Hari demi hari berlalu. Laura bekerja disalah satu perusahaan ayahnya di Paris. Gilang merantau ke Jepang menjadi Staf salah satu perusahaan Otomotif. Dan Sam, dia tinggal didalam negeri, bernyanyi.

Mereka masih sering berkirim email. Tidak ada yang berubah sejak kebenaran hati yang disampaikan Laura. Yang berubah hanya Sam. Dia kini lebih perhatian kepada kedua sahabatnya. Dan Laura telah mengatakan jika ia tidak butuh jawaban apapun dari Sam. Dia masih ingin mencintai Sam sebagai sahabat. Mereka bertiga percaya, jika mereka akan dipertemukan dibelahan bumi yang lain, dengan kisah yang lain.

Rerain


•••

Rewrite : ' Bukan Cinta Yang Salah '
Versi sebelumnya terbit April 27 2015
Rerain

* dalam Novel "Refrain" Oleh Wina Effendi
**Image googling

Comments

Popular Posts