Di Duniaku Yang Gelap, Kamu Adalah Cahaya Paling Terang



May, 19, 2020 01:15 a.m

Aku selalu dapat merasakannya, perasaan tenang dan hati yang penuh saat mengingatmu. Meski tak jelas dimana, namun aku yakin, di suatu tempat di belahan bumi yang lain, ada kamu di sana. Belahan jiwaku, yang paling mengerti.

Jujur saja, setiap hari rasanya ingin menyerah. Perjalanan ini, terlampau rumit dan menyakitkan. Rasanya, sama sekali tak sepadan.  Juga tidak adanya  tanda jika dalam waktu dekat dan jarak yang tidak jauh lagi, kamu akan aku temukan.

Ini bukan salahku untuk menyerah 'kan?
Seperti ini bukan salahku untuk dilahirkan, bukan salahku untuk memiliki hati yang penuh kecemasan. Namun, tempat di mana aku berada kini, hanya terdengar orang-orang terus mencemo'oh, bagaimana mereka berfikir jika pemikiranku hanyalah pemikiran orang egois yang tidak pernah bersyukur.

Ya, jalanan ini terhampar di depanku, tidak ada pilihan selain melanjutkan perjalanan ini. Dan mereka menuntutku terus bersyukur di antah berantah yang tidak aku sukai. Meski begitu, apalagi yang bisa aku lakukan? Jalani saja? Ya. Apalagi?

Aku ingin berhenti saja. Jika saja hatiku tidak menjadi hangat ketika mengingatmu. Jika saja hatiku tidak menjadi lebih kuat karenamu, aku ingin sekali menyerah dan mati dalam ketiadaan.

Namun memikirkan jika di ujung jalan sana ada dirimu yang juga bersusah payah sepertiku, di ujuang jalan sana ada dirimu yang juga mencari pelukan hangat dan hati untuk pulang, aku tidak kuasa. Aku ingin mati, tapi aku lebih ingin menemukanmu.

Aku tidak tahu seberapa jauh lagi, seberapa banyak lagi jurang dan ngarai yang gelap harus aku lalui. Dan kedinginan, dan kekosongan, juga ketiadaan.

Meski tak terlihat dan nyaris hanya ilusi, aku bertahan dari hari-hari yang gila ini karenamu. Aku melangkah dengan kaki yang penuh luka ini dengan mengingatmu, aku terus hidup di dunia yang sakit jiwa ini dengan adanya dirimu. Dengan pemikiran, jika kamu memang ada.

Karena aku dapat merasakannya. Di duniaku yang gelap, kamu adalah cahaya yang paling terang. Di duniaku yang mati dan putus asa, kamu adalah satu-satunya tempat aku berharap.

. . .

Matinya sebuah jasad, adalah sebuah keniscayaan. Ia mati kemudian dikubur dan menghilang di dalam tanah. Tapi bagaimana dengan hati-hati yang mati? Jasad mereka hidup di atas bumi, tapi hatinya mati karena keputus-asa'an. Berapa banyak orang tidak memiliki arti dan hilang arah dalam kenyataan yang merobek-robek hati mereka? Diantara mereka, ada sebagian kecil yang tidak menyerah dan terus berjalan meski hati dan dirinya telah sekarat. Dengan terus memikirkan hari nanti, hari dimana hal-hal menyenangkan terjadi, mereka adalah yang hatinya masih memiliki setitik cahaya bernama 'harapan'.

Comments

Popular Posts